Assalamualaikum Wr. Wb.,

Selamat Datang di Website Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo.
Website ini merupakan wahana informasi, komunikasi, kreasi, dan prestasi yang berhubungan dengan madrasah kami.
Di samping itu, kami sampaikan pula wacana yang berhubungan dengan Islam dan pembelajaran.
Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr.Wb.
Admin

08 April 2009

Pendidikan Madrasah Bisa Bersaing

Jakarta, 23/3 (Pinmas)--Pendidikan madrasah tak bisa lagi dianggap sebagai sekolah kelas dua. Saat ini, menurut Direktur Pendidikan Masrasah, Departemen Agama (Depag), Drs H Firdaus, pendidikan madrasah bisa bersaing dengan pendidikan sekolah umum. Ini sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdikas).

Firdaus mengemukakan, sebelum adanya UU tersebut, madrasah memang belum mendapatkan pelayanan yang sama dengan sekolah umum karena anggaran yang disiapkan di Depag masih menggunakan alokasi dana dari sektor agama. Setelah diberlakukannya UU itu, anggaran untuk pendidikan agama secara proporsional sama dengan anggaran untuk pendiidikan di sekolah umum.

Karena itu, ia meminta semua masyarakat, terutama para pengelola madrasah untuk secepatnya mengejar ketertinggalan dengan sekolah umum. "Kita sebagai penyelenggara madrasah yang bisa mengubah image bahwa madrasah adalah sekolah kelas dua. Kita harus bersama-sama membangun madrasah dan tidak boleh lagi punya paradigma seperti itu karena perlakuan pemerintah sudah sama. Unit cost (madrasah) tidak ada bedanya dengan unit cost sekolah (umum),`` katanya.

Menurut Firdaus, permasalahan yang selama ini dihadapi oleh madrasah adalah persoalan mutu pendidikan. Pasalnya, masyarakat selama ini memberikan image bahwa madrasah dianggap sebagai lembaga pendidikan kelas dua yang lebih rendah dibandingkan pendidikan di sekolah umum.

Hal itu bisa dimengerti sebab, menurut Firdaus, sebagian besar pengelolaan madrasah dilakukan oleh pihak swasta yang sering kali tidak memerhatikan dan mengutamakan asas-asas manajemen serta kualitas karena mereka lebih mengutamakan pendekatan sosial. ``Dulu, para pendiri madrasah itu berniat bahwa daripada anak-anak tidak sekolah, lebih baik dibuatkan lembaga pendidikan sehingga mereka bisa sekolah. Daripada tidak ada gurunya, ya kita siapkan siapa saja yang mau mengajar,`` katanya.

Terkait dengan tenaga pengajar, Firdaus tidak menyangkal kelemahan lain yang dihadapi madrasah selama ini adalah persoalan kualitas guru. Padahal, kata dia, guru merupakan faktor dominan dalam memengaruhi kualitas lulusan. Dia lalu memaparkan hasil penelitian yang menunjukkan kaitan antara kualitas tenaga pengajar dan kualitas lulusan.

``Hasil penelitian menunjukkan, kualitas lulusan dari madrasah, 63 persen dipengaruhi oleh kualitas guru, bukan manajemen atau fasilitas, tapi kualitas gurunya,`` paparnya. Firdaus menuturkan, 54 persen dari 628 ribu guru madrasah belum memenuhi kualifikasi minimal guru, yakni pendidikan S-1 atau D-4 dan sesuai antara kualifikasi bidang studi yang pernah dipelajarinya dengan mata pelajaran yang diajarkan.

Selain itu, image madrasah sebagai pendidikan nomor dua juga tidak bisa dilepaskan dari kesalahan yang dilakukan oleh pengelola madrasah yang sudah meletakkan madrasah sedemikian rendah. Firdaus mencontohkan, ketika ada proses akreditasi, pihak pengelola memohon tim akreditasi agar tidak memperlakukan madrasah sama dengan sekolah umum. ``Kita memohon agar normanya diturunkan sedikit. Akibatnya, ketika ada madrasah mendapat akreditasi A, orang menilai bahwa A madrasah kualitasnya jelek dibandingkan A sekolah,`` tandas Firdaus.

Dengan visi dan paradigma yang sangat sederhana itu, kata Firdaus, tentu saja hasil (out put) dari pendidikan madrasah sesuai dengan paradigma itu. ``Dulu, mungkin bisa diterima karena pada saat itu madrasah belum mendapatkan perlakuan yang sama dengan sekolah. Tapi sekarang, kita harus berusaha untuk bersaing dengan mereka.`` (rep/ts)

Sumber :
http://www.depag.go.id/index.php?a=detilberita&id=4057