Cirebon,5/4(Pinmas)--Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan, Indonesia mengalami krisis ulama karena banyak di antara mereka beralih profesi, terutama saat pemilu.
Hal itu disampaikan Maftuh ketika tampil sebagai pembicara pada acara haul Mbah Muthoyib Abbas, pendiri Pondok Pesantren Buntet Cirebon, Sabtu malam. Hadir saat itu sesepuh Pondok Pesantren Buntet, KH Nahduddin Royandi Abbas dan para ulama dan tokoh masyarakat setempat.
Menag pada saat itu juga meresmikan Gedung Madrasah Tsanawiyah Mts Nahdlatul Ulama Putra I Cirebon.
Sebelumnya ia mengatakan melaksanakan haul bukan dimaksudkan untuk mengkultuskan mereka, karena agama melarang. Tapi haul dilakukan dan sangat perlu untuk memperingati jasa-jasa yang telah diberikan oleh beliau-beliau. Kemudian meneladaninya apa yang dilakukan para pendiri pondok itu.
"Sekaligus mendoakan agar mereka mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT," katanya.
Ia menuturkan, Pondok pesantren Buntet, berdiri pada tahun 1750 Masehi, pada saat Mbah Muthoyib, pendiri ponpes ini meninggalkan jabatannya yang prestisius sebagai mufti dan kemudian ke Buntet untuk menyiarkan agama Islam.
"Setahun yang lalu, pada waktu almaghurah romo Kyai Abdullah Abbas wafat, saya alhamdulillah bisa datang kemari. Dan saya mengingatkan pada kita semua bahwa dengan kepergian beliau ini, maka ulama-ulama yang sederajat dengan beliau ini semakin habis, semakin kurang," katanya.
Kini keadaan makin berubah. Para ulama sudah banyak pindah profesi. Ada yang jadi anggota DPR, DPD. Karena itu ia berharap Pondok Buntet bisa mengembalikan kejayaan pendirinya.
Maftuh mengaku tahu persis potensi di Pondok Buntet. Di situ banyak kyai yang memiliki kharisma. "Saya melihat ada potensi yang luar biasa di pondok pesantren Buntet ini yang juga merupakan kader Nahdlatul Ulama (NU)," ia menegaskan.
Begitu besarnya peran ulama, Maftuh sempat menyebut sekiranya Mbah Abbas ini tidak datang ke Surabaya pada 10 November, tidak ada hari Pahlawan 10 November.
Sebab, saat itu para santri memiliki peranan yang cukup luar biasa. Sayangnya setelah itu banyak menjadi penonton. Dan ketika terjadi pemberontakan tahun 1948 oleh PKI, korbannya terbanyak adalah para ulama dan santri. Tahun 1965, para ulama dan santri berjuang. Tahun 1966, perjuangan berlanjut. Namun setelah selesai,
kembali ulama dan santri jadi penonton.
Ia mengharapkan para ulama di sini bergerak cepat untuk mencetak ulama. Para ulama sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW karena mereka merupakan pemimpin dan penerus pejuang ajaran Islam. Terlebih di masa depan banyak tantangan seperti persoalan Narkoba, perselingkuhan dan lainnya.
"Semua itu sekarang ini sepertinya hal yang biasa. Ini harus dijawab dengan pendidikan," ia menegaskan.
Ia berharap bahwa ponpes Buntet bisa meraih kejayaannya manakala semua pihak bisa bekerjasama dengan baik.
"Saya pastikan bahwa Depag berada di samping ponpes. Mudah-mudahan haul ini adalah titik tolak kembalinya Buntet ini menjadi peranan yang sangat besar," katanya.
Sebelumnya KH Nahduddin Rayandi Abbas mengatakan, Pondok Buntet sering dikunjungi para calon legislatif. Mereka minta didoakan dan sekaligus dukungan. Namun kyai di sini mengharapkan para caleg tersebut harus diikuti dengan hati ikhlas dan punya niat untuk memberantas kezaliman.
Ia minta para caleg, jika nanti terpilih dapat bekerja dengan ikhlas dan jujur. (Ant/es/ts)
Sumber :
http://www.depag.go.id/index.php?a=detilberita&id=4075